MAKALAH
SEJARAH INDONSIA II
Tentang
Konflik Ideologi
Oleh:
M Suprizal Manurung
Pan Eka Putra
Dosen
Pembimbing:
Dr. Danil
Mahmud Caniago, M.Hum
JURUSAN SEJARAH KEBUDAYAAN ISLAM (SKI-B)
FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
IMAM BONJOL PADANG
1437 H/ 2016 M
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
karunia-Nya memberikan jalan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Adapun makalah ini disusun untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah Sejarah
Indonesia II dengan judul Konflik Ideologi.
Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak. Dan apabila ada
kesalahan kata, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhir
kata, penulis mengharapkan makalah ini dapat bermanfaat dan berguna sebagaimana
mestinya.
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada masa
menjelang kemerdekaan sampai munculnya pemberontakan PKI pada tahun 1965
panggung sejarah Indonesia lebih banyak diwarnai ketegangan antara kelompok
nasionalis dengan kelompok Islam ketimbang Islam dengan Kristen. Namun begitu, tidak bisa dikatakan bahwa pada
masa ini sama sekali tidak ada ketegangan antara Islam dengan Kristen. Perjuangan para elit Islam untuk
menjadikan Islam sebagai dasar negara yang kemudian melahirkan Piagam Jakarta
menyebabkan suatu pergulatan yang tiada henti-hentinya antara kelompok
nasionalis (yang tidak menghendaki Islam sebagai dasar Negara termasuk di
dalamnya wakil Kristen).
B. Rumusan
Masalah
1. Apa-apa sajakah Ideologi – Ideologi yang
berkembang di Indonesia?
2. Bagaimanakah
Konflik Ideologi yang terjadi di Indonesia Menjelang Proklamasi?
PEMBAHASAN
Konflik
Ideologi
Berbagai ideologi berkembang di Indonesia sejalan
dengan perkembangan Indonesia menuju kemerdekaannya. Keberagaman pemikiran ini
turut membangun Indonesia yang ada sekarang ini. Ideologi-ideologi yang
berkembang di Indonesia diawali oleh, Nasionalisme Modern, dengan munculnya sekelompok kecil mahasiswa dan
cendekiawan muda yang menganggap dunia modern sebagai tantangan terhadap
masyarakat dan menganggap diri mereka sebagai pemimpin di masa depan (Feith
& Castles, 1998).
Nasionalisme kemudian lahir dari kaum cendekiawan yang mulai memiliki perhatian khusus
terhadap kemajuan dan kebebasan Indonesia. Dimana dalam hal ini direfleksikan
dengan munculnya berbagai pergerakan nasional di
Indonesia. Cendekiawan-cendekiawan ini berdiskusi mengenai Indonesia yang
dijajah oleh Barat dan mulai berpikir untuk mencari cara untuk mencapai
kemerdekaan Indonesia. Kaum-kaum
terpelajar ini kemudian membangkitkan nasionalisme Indonesia. Dengan semangat
nasionalisme yang dibawa, perjuangan untuk membebaskan Indonesia dari
penjajahan dan mencapai Indonesia merdeka semakin kuat.
A.
Ideologi
– Ideologi yang berkembang di Indonesia
Menurut Ir. Soekarno terdapat tiga ideologi yang
berkembang di Indonesia, yaitu nasionalisme, islamisme, dan marxisme. Tiga
ideologi ini dapat berjalan beriringan dengan pemikiran dari kaum nasionalis
yang mengendaki hidup menjadi satu. Ketiga ideologi itu berkembang di indonesia
karena peran ketiga ideologi itu sebagai pandangan yang menaungi berbagai
organisasi yang ada di Indonesia, menurut Ir. Soekarno (1964) dalam beberapa
hal marxisme, nasionalisme, dan islamisme menutupi ideologi satu dengan yang
lain. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa ketiga ideologi itu menjadi tak
terpisahkan dalam perkembangan ideologi yang ada di indonesia, karena satu
ideologi dengan yang lainnya saling mengisi.
1. Ideologi Nasionalisme
Ideologi Nasionalisme berkembang dengan cepat di Indonesia,
hal ini tak lepas dari semangat yang dibawa oleh ideologi ini. Nasionalisme
membawa semangat tentang kesetiaan dan perjuangan setiap indiviu kepada
bangsanya. Hal ini lah yang membuat nasioalisme kemudian berkembang dengan
sangat pesat di Indonesia pada saat itu, karena ideologi ini muncul dan
berkembang tepat disaat Indonesia sedang berusaha memperjuangkan kemerdekaannya
dan ideologi ini kemudian berkembang mulai dari pejuang kedaerahan sampai
ke cendekiawan nasional. Bagi cendekiawan sendiri nasionalisme membawa semangat
lain, selain tentang kecintaan dan semangat perjuangan terhadap bangsanya.
2. Ideologi Islamisme
Seperti yang
sudah dijelaskan sebelumnya bahwa ketiga ideologi ini saling menutupi atau
bahkan saling berkorelasi dengan ideologi lainnya. Di dalam ideologi
islamisme terdapat semangat nasionalisme didalamnya. Karena dalam ideologi ini,
tercermin pula nasionalisme islam atau negara islam. Dan didalam
islam sendiri terdapat kepercayaan untuk menciptakan persatuan dan
mencintai bangsanya. Karena bagi muslim atau pemeluk agama islam, dimanapun
kaum ini berada dan bermukim, mereka akan tetap menjadi bagian dari kaum islam
yang ada di dunia. Semangat persatuan dan kecintaan itulah yang kemudian
membuat islamisme berkorelasi dengan nasionalisme. Dan menurut Ir. Soekarno
(1964) dimanapun orang islam bertempat, disitulah ia harus mencintai dan
bekerja untuk keperluan negri itu dan rakyatnya. Dengan kata lain, umat
islam dalam semangat ideologi islamisme ini dituntut untuk mengabdikan diri
semaksimal mungkin kepada negara yang ditempati.
Perjuangan para elit Islam untuk
menjadikan Islam sebagai dasar negara yang kemudian melahirkan Piagam Jakarta
menyebabkan suatu pergulatan yang tiada henti-hentinya antara kelompok
nasionalis (yang tidak menghendaki Islam sebagai dasar Negara. termasuk di
dalamnya wakil Kristen) berhadapan dengan kelompok Islam dari masa menjelang
kemerdekaan sampai dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.[1]
3.
Ideologi Marxisme
Ideologi
marxisme juga merupakan
sebuah ideologi yang berkembang di indonesia. Ideologi ini muncul dan
berkembang di negara-negara Eropa atas dasar pemikiran Karl Marx dan
tokoh-tokoh marxisme lainnya. ideologi marxisme ini sesungguhnya adalah sebuah
ideologi yang erat kaitannya dengan ideologi sosialis atau bahkan ke ideologi
komunis. Hal itu dikarenakan ideologi ini bertujuan untuk menciptakan
masyarakat tanpa kelas, yaitu masyarakat yang setara,tidak ada perbedaan kelas
dan tidak ada eksploitasi dari kaum yang kuat ke kaum yang lemah . Dalam
perkembangannya di Indonesia, ideologi ini menjadi salah satu alasan munculnya
komunisme di indonesia, ditandai dengan kemunculan PKI atau Partai Komunis
Indonesia. Partai ini pada eranya mampu mempengaruhi sistem perpolitikan
Indonesia dengan masuk dan ikut berkompitisi di Pemilu. Namun ketika ideologi ini dinilai sudah menkhawatirkan dan
mulai memunculkan pemberontakan di sejumlah daerah di Indonesia, ideologi
kemudian mulai dihilangkan dengan adanya pembubaran PKI.
Perkembangan
tiga ideologi yang ada di Indonesia diwarnai dengan banyak sejarah dan proses yang
mempengaruhi bangsa ini. Meskipun pada penjelasan sebelumnya dikatakan bahwa
ketiga ideologi ini saling menutupi atau bahkan saling berkorelasi, hal itu
tidak saja memungkinkan timbulnya pergolakan atau bahkan sebuah konflik.
Dijelaskan oleh Feith (1988) bahwa dalam perkembangan ketiga ideologi itu
di Indonesia dilalui oleh banyak konflik yang dipicu oleh perbedaan dasar-dasar
ideologi di Indonesia.
B.
Konflik Ideologi Menjelang
Proklamasi
Pada akhir masa penjajahan Jepang
elit modern politik Indonesia terbagi dalam beberapa kelompok: Islam yang
memperjuangkan Islam sebagai dasar negara, komunis, dan Kristen. Masing-masing
kelompok ini mengusung ideologinya sendiri-sendiri. Namun dalam perjuangan
ideology negara faksi-faksi ini bisa disederhanakan menjadi dua kelompok.
Kelompok yang menginginkan Indonesia berdasarkan agama yaitu kelompok Islam dan
kelompok yang menginginkan Indonesia berdasarkan ideologi non-agama yaitu
kelompok nasionalis. Akibatnya ketegangan pada masa sekitar proklamasi
kemerdekaan Republik Indonesia lebih banyak disebabkan oleh perbedaan ideologi
negara dan ketegangan tersebut hanya terjadi pada tingkat elit politik para
pendiri negara. Hal ini tampak pada perumusan ideologi negara Republik
Indonesia yang akan dibentuk.
Namun keputusan ini tidak berarti
mengakhiri perdebatan yang ada. Dalam rapat-rapat berikutnya terdapat
keberatan-keberatan baik yang berasal dari Kristen maupun orang Islam yang
berpendidikan barat. (Maarif 1985:208). Namun keberatan-keberatan ini dapat
dikendalikan oleh Soekarno. Kemenangan kubu Islam ini berubah ketika pada
tanggal 18 Agustus 1945 tepat sehari setelah Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Atas keberatan dari kelompok nasionalis dan orang Kristen dari
Indonesia bagian Timur tujuh kata dalam Piagam Jakarta tersebut dihapus dari
naskah pembukaan UUD 1945. Karena yang dianggap penyebab pertama pencoretan
tujuh kata ini adalah orang Kristen maka peristiwa ini menjadi titik awal
ketegangan antara Islam dengan Kristen. Peristiwa tersebut menyebabkan sejumlah
kelompok Islam merasa dikhianati. Kekalahan ini oleh generasi Islam berikutnya
dipandang sebagai kekalahan dan kelemahan politik wakil-wakil umat Islam
(Maarif 1985:109).
Natsir melihat keberatan orang
Kristen dari Indonesia Timur tersebut disebut sebagai ultimatum.
Isi pesan itu pendek saja. Yaitu:
ada 7 kata yang tercantum dalam Muqaddimah Undang-undang Dasar Republik, yang
harus dicabut, katanya. Kalau tidak, Umat Kristen di Indonesia sebelah Timur “tidak
akan turut serta dalam negara Republik Indonesia”, yang baru diproklamirkan
itu. Tujuh kata-kata itu berbunyi: ...... “dengan kewajiban menjalankan
syari’at Islam bagi pemeluk pemeluknya”. Utusan tersebut tidak untuk
mengadakan diskusi tentang persoalannya. Hanya menyampaikan satu peringatan.
Titik!. Tak perlu bicara lagi. Terserah apakah pesan diterima atau tidak. Asal
tahu apa konsekuensinya. Ini berupa ultimatum (Natsir 1991:45).
Peristiwa ini menjadi salah satu
ingatan buruk bagi kelompok Islam yang Menginginkan Indonesia berdasar Syariat
Islam. Meskipun tidak terjadi konflik terbuka secara langsung Islam dengan Kristen, namun
peristiwa ini menjadi faktor yang sangat menentukan bagi hubungan Islam-Kristen di Indonesia pada masa
mendatang. Masalah Piagam Jakarta ini menjadi salah satu faktor penting penyebab
disharmonis hubungan Islam-Kristen pada masa pasca-kolonialisme.
Bentuk kekecewaan umat Islam pada
keputusan tersebut muncul kepermukaan dalam bentuk pemberontakan di beberapa
daerah dengan tujuan mendirikan negara Islam. Misalnya, di Jawa Barat Kartosuwirjo
pada tanggal 7 Agustus 1949 memproklamasikan Negara Islam Indonesia.6
Kahar Muzakar mengadakan pemberontakan di Sulawesi Selatan
pada tahun 1952 dan Daud Beure’eh memproklamasikan Negara Islam di Aceh sebagai
bagaian dari Negara Islam Indonesia yang diproklamasikan oleh Kartosuwirjo. Namun,
pemberontakan-pemberontakan ini justru melemahkan perjuangan politik Islam pada
masa Orde Baru dan menguntungkan bagi kelompok Kristen karena penguasa Orde Baru selalu
curiga terhadap politik Islam.
Hal ini tampak pada kebijakan
militer Orde Baru yang memerangi kekuatan “ekstrim kiri” (komunis) dan “ekstrim
kanan” (separatis Muslim). Pada masa Pemilu 1955 perbedaan-perbedaan antar
kelompok di seluruh ranah tanah air lebih dipertajam dan dipertegas lagi lewat pembentukan
partai politik. Karena partai politik tidak hanya melibatkan kelompok elit
tetapi juga dukungan massa maka jika pada masa seputar proklamasi kemerdekaan
RI yang bersitegang hanya ditingkat elit, pada masa pasca-pemilu 1955
ketegangan tersebut melibatkan seluruh komponen kelompok masyarakat Indonesia
termasuk perbedaan komponen kelompok keagamaan. Hal ini diperparah ketika
banyak partai politik mengusung bendera agama. Sehingga konflik politik selalu
tumpang tindih dengan konflik agama, begitu juga sebaliknya.[2]
PENUTUP
KESIMPULAN
Ideologi yang
berkembang dalam indonesia pada awal-awal perjuangan dan perebutan kemerdekaan
pada awalnya dimunculkan oleh beberapa penyebaran, salah satunya cendekiawan
Indonesia yang belajar di Eropa. Ideologi itu adalah Nasionalisme, Islamisme
dan Marxisme.
Sejak masa awal kemerdekaan sampai
masa munculnya pemberontakan PKI pada tahun 1965 banyak diliputi ketegangan
antara kelompok Islam dengan kelompok nasionalis. Perjumpaan antara kedua kekuatan
tersebut terjadi misalnya dalam perumusan dasar negara RI yang akan dibentuk.
Kelompok Islam menghendaki Syariat Islam sedang kelompok yang lain menghendaki
dasar negara yang bebas dari primordialisme agama yaitu Pancasila. Debat
tentang dasar negara tersebut kemudian diakhiri dengan satu modus dengan merumuskan gentlemen’s
agreement tentang Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 yang kemudian dikenal
dengan nama Piagam Jakarta. Namun sehari setelah Indonesia merdeka atas
keberatan dari kelompok nasionalis dan Kristen dari Indonesia Timur maka
ketujuh kalimat dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945 tersebut dihapus. Pada
saat inilah bibit ketegangan antara Islam dengan Kristen mulai muncul.
DAFTAR PUSTAKA
Feith, Hembert dan L. Castles. ed. 1988.
“Pengantar”, dalam Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, Jakarta: LP3ES.
Ir.Soekarno. 1964. “Nasionalisme, Islamisme dan
Marxisme”, dalam Dibawah Bendera Revolusi, Jakarta: Departemen
Penerangan.
Maarif, Ahmad Syafii.1985 Studi
tentang Percaturan dalam Konstituante: Islam dan Masalah Kenegaraan. Jakarta:
LP3ES.
Natsir, M.1969 Islam dan Kristen di Indonesia. Bandung:
Peladjar dan Bulan Sabit.
https://prezi.com/ubn6w6aemalk/konflik-dan-pergolakan-yang-berkaitan-dengan-ideologi/.pdf
[1]https://prezi.com/ubn6w6aemalk/konflik-dan-pergolakan-yang-berkaitan-dengan-ideologi/.pdf di unduh pda hari minggu tgl 1 mei 2016 pukul 19.50
[2]
http://02-jti-1-1-2013-ketegangan-antar-kelompok-agama.pdf
Sands Casino
BalasHapusPlay the best online slots and casino games 메리트 카지노 at the best online casino in Las Vegas for a chance to win huge jackpots. Our 카지노 progressive jackpot progressive jackpot How to play Slots · Game Providers · Types of septcasino Games